Apa Itu Social Proof dan Cara Menggunakannya?
Temukan fenomena psikologis yang umum memengaruhi tindakan dan keputusan kita, yaitu social proof. Pelajari lebih dalam tentang social proof, bagaimana penggunaannya dalam pemasaran, serta cara mengintegrasikannya ke dalam strategi pemasaran Anda.
Sepanjang sejarah, manusia selalu bergantung satu sama lain untuk bertahan hidup, yang menjelaskan mengapa social proof tetap menjadi alat yang sangat kuat. Kelangsungan hidup terkadang bergantung pada pengamatan terhadap tindakan orang lain untuk menentukan cara bertindak atau berperilaku. Jika seseorang melakukan sesuatu, menyukai suatu produk, atau berperilaku dengan cara tertentu, Anda bisa mengharapkan orang lain mengikuti, karena mengandalkan orang lain untuk mendapatkan petunjuk perilaku membantu seseorang merasa lebih percaya diri dalam pengambilan keputusan. Mari eksplorasi fenomena psikologis yang kuat ini dan bagaimana bisnis—khususnya pemasar—memanfaatkannya hingga hari ini.
Penjelasan tentang Social Proof
Social proof merujuk pada fenomena psikologis yang terjadi ketika seseorang melihat tindakan atau perilaku orang lain untuk memutuskan bagaimana ia akan bertindak atau berperilaku. Sebagai manusia, kita cenderung meniru apa yang dilakukan mayoritas, praktik ini menjaga nenek moyang kita tetap aman. Meskipun sekarang kita tidak lagi perlu khawatir tentang ancaman predator, kita tetap sering kali menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh mayoritas adalah yang benar atau terbaik dalam berbagai situasi.
Saat ini, Anda dapat melihat social proof dalam berbagai konteks. Misalnya, ketika Anda memutuskan makan di restoran berdasarkan ulasannya atau menonton film karena rating di Rotten Tomatoes, social proof mendorong keputusan-keputusan tersebut.
Bagaimana Social Proof Bekerja?
Social proof memanfaatkan keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dan merasa termasuk. Hal ini bisa memengaruhi sikap dan perilaku seseorang, terkadang lebih kuat daripada logika atau bukti objektif. Misalnya, Anda mungkin memilih untuk menginap di suatu resor hanya karena teman-teman di Facebook menyukainya, meskipun ada resor lain dengan kualitas dan layanan yang sama baiknya.
Social proof memberikan sinyal kepercayaan. Misalnya, ketika Anda berada di kota baru dan ingin membeli es krim, Anda melihat dua toko—satu kosong dengan pekerja yang sedang membersihkan meja, dan yang lainnya memiliki antrean panjang. Meskipun Anda mungkin tidak ingin menunggu dalam antrean, Anda cenderung menganggap toko es krim yang ramai adalah pilihan yang lebih baik.
Ada berbagai jenis social proof yang mungkin Anda temui dalam kehidupan sehari-hari. Kadang-kadang Anda menyadarinya, namun social proof juga bisa membuat seseorang mengambil keputusan secara tidak sadar. Berikut beberapa jenis social proof yang sering muncul:
- Media sosial: Platform seperti LinkedIn, X (sebelumnya Twitter), dan Instagram memanfaatkan social proof dengan menampilkan profil, posting, atau reels yang paling populer berdasarkan jumlah like, share, dan pengikut.
- Pemasaran dan periklanan: Pemasar dan pengiklan menggunakan testimoni, rating, dan ulasan untuk mempromosikan produk atau layanan mereka.
- E-commerce: Toko online menampilkan ulasan dan rating dari pelanggan untuk menunjukkan popularitas suatu produk. Sebagai konsumen, Anda mungkin terpengaruh oleh ulasan positif dari pelanggan lain saat membuat keputusan pembelian.
- Interaksi personal: Anda mungkin terdorong untuk menyumbang uang kepada tunawisma setelah melihat orang lain melakukannya. Atau, ketika seorang karyawan di toko es krim memasukkan uang ke dalam kotak tip sebelum toko buka, tujuannya adalah agar social proof menginspirasi pelanggan untuk memberikan tip.
- Kesehatan: Social proof juga dapat mengubah perilaku kesehatan. Contoh nyata adalah penggunaan masker atau menjaga jarak selama pandemi COVID-19. Melihat tindakan orang lain sering kali memengaruhi keputusan seseorang untuk mengikuti atau tidak.
Social proof terjadi ketika kekuatan “orang banyak” meyakinkan orang lain untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu. Hal ini sering disebut sebagai mentalitas kawanan. Contoh yang populer adalah tanda di kamar hotel yang mendorong tamu untuk menggunakan kembali handuk: “Sebagian besar tamu yang menginap di kamar ini mendaur ulang linen mereka.”
Ketika menjual rumah, social proof juga dapat dimanfaatkan. Misalnya, menyelenggarakan open house yang singkat dapat menarik banyak calon pembeli dan membuat rumah tampak lebih diminati, sehingga meningkatkan nilainya di mata calon pembeli.
Social proof juga dapat menginspirasi tindakan yang lebih bertanggung jawab. Sebagai contoh, sebuah tesis dari Portland State University menggunakan social proof sebagai strategi untuk mendorong konsumsi yang lebih bijaksana demi mengurangi dampak karbon, menjembatani kesenjangan antara nilai lingkungan yang diyakini seseorang dan tindakan nyata yang diambil untuk menguranginya.
Social proof dapat berwujud dalam berbagai bentuk. Berikut ini adalah beberapa contohnya:
- Membagikan ulasan pelanggan atau testimoni klien
- Memasang segel keamanan di situs web perusahaan
- Menampilkan logo mitra bisnis di situs web
- Memasang ulasan surat kabar atau penghargaan di jendela bisnis
- Menampilkan data sosial (jumlah like, retweet, atau share) di halaman blog agar pengunjung bisa melihat artikel mana yang paling populer
- Menyatakan bahwa sembilan dari 10 dokter, dokter gigi, atau profesional lainnya merekomendasikan produk atau layanan tertentu
- Memasang selebaran bisnis di kotak surat yang menyatakan, "Kami sudah bekerja di area Anda."
- Mendorong lebih banyak orang untuk menandatangani petisi dengan menunjukkan berapa banyak tetangga mereka yang telah menandatangani
- Mengumumkan di infomercial, “Jika operator sibuk, silakan hubungi kembali.”
Social proof dapat mendorong orang untuk membeli sesuatu atau berpikir positif tentang suatu merek. Karena orang cenderung mempercayai social proof, pemasaran yang berbasis social proof membantu membangun kredibilitas dan otoritas merek. Ini dapat berujung pada peningkatan penjualan dan loyalitas pelanggan.
Strategi social proof sangat efektif di dunia online. Menurut Statista, 76% konsumen di Amerika Serikat selalu atau sering membaca ulasan online untuk menilai bisnis di komunitas mereka dan memutuskan apakah mereka akan berbelanja di sana. Konsumen sering melihat ulasan saat memilih penyedia layanan kesehatan, bisnis jasa, tukang, dan lainnya.
Cara Mengintegrasikan Social Proof ke dalam Strategi Pemasaran
Sebagai pemilik bisnis, Anda memiliki banyak cara untuk mengintegrasikan social proof ke dalam strategi pemasaran Anda, seperti:
- Mendorong pelanggan untuk memberikan ulasan dan rating bisnis secara online.
- Meminta testimoni dari pelanggan.
- Menyediakan tautan ke umpan balik pelanggan untuk mempermudah riset calon pembeli.
- Bekerja sama dengan influencer media sosial untuk mempromosikan merek, produk, atau layanan Anda.
- Menyediakan opsi bagi pelanggan untuk membagikan artikel dan postingan media sosial bisnis Anda.
- Mengoptimalkan profil Google Pencarian Lokal untuk mendapatkan lebih banyak perhatian ketika orang mencari "bisnis X di dekat saya."
- Memublikasikan studi kasus di situs web perusahaan.
- Berbagi kisah sukses pelanggan.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang social proof sebagai pendekatan persuasif, Anda bisa mulai menjelajahi strategi pemasaran lainnya. Mungkin Anda tertarik dengan kursus Marketing Strategy Specialization yang ditawarkan oleh IE Business School di Coursera, atau Anda bisa fokus pada Google Digital Marketing and E-Commerce. Kedua kursus ini tidak memerlukan pengalaman sebelumnya, menawarkan jadwal yang fleksibel, dan memberikan sertifikat profesional setelah selesai.